Jejak Syeh Ahmad Al
Muhajir & putranya
Kedung Kamulyan, Grumbul Kalisari, Desa Jingkang Kec. Ajibarang
Kedung Kamulyan, Grumbul Kalisari, Desa Jingkang Kec. Ajibarang
Pendahuluan
Bila kita meninjau secara umum sejarah pertumbuhan dan
perkembangan islam sejak masa Rosululloh SAW ini mengalami 4 periode :
- Periode Permulaan Islam Mulai masa Rosululloh SAW hingga masa Al Khulafaur Rosyidin.
- Periode Kejayaan Mulai masa Daulat Muawiyah sampai Daulat Abasiyah
- Periode Kemunduran Mulai masa Daulat Mugholiyah sampai abad ke 14 Hijrah
- Periode Kebangkitan Mulai abad 15 hijrah sampai sekarang
Dengan mengetahui perkembangan islam , para pembaca dan pecinta
ilmu pengetahuan agama islam diharapkan menyadari bahwa islam senantiasa tumbuh
dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Pendapat pertama mengatakan bahwa islam telah hadir di Nusantarta sejak abad ke - 7 M (684 M). pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan telah memiliki pengikut dari Sumatra.
Pendapat kedua menyatakan bahwa islam datang ke Nusantara tahun 674 M, saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Chen (Muawiyah) ke Cho Po (jawa) menyelidiki dan membuktikan keadilan dan kemakmuran rakyat kerajaan Kalingga (Hong Ling) yang dirajai oleh Ratu Shima.
Pendapat terakhir mengatakan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara sejak Abad ke 1 H atau abad ke VII M langsung dari Arab dan wilayah yang didatangi ialah pesisir Pulau Sumatera.
Pendapat pendapat itulah yang merujuk adanya Petilasan Syeh Ahmad Al Muhajir beserta putranya.
Pada masa kejayaan islam yaitu pada masa Daulat Abasiyah abad 8
samapai 13, agama islam tersebar masuk keseluruh pelosok jagad dunia temasuk
indonesia kususnya Selat Malaka. Pada waktu itu bumi Indonesia belum terbentuk
seperti sekarang ini.Dibawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya waktu itu.Hal ini
ditemukan bukti bahwa di abad ke 7 dan 8 di sekitar selat malaka sudah terdapat
perkampungan – perkampungan Islam. (Sumber Sejarah Nasional dan Umum)
Dalam pendapat para ahli dapat dikelompokan bahwa masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) yaitu ditandai dengan adanya Walisongo. Sehingga munculnya dua batasan kelompok pendapat yaitu masuknya islam sebelum abad ke 15, dimana masyarakat mayoritas penganut agama non islam dan islam masih minoritas karena Agama islam pada awalnya adalah kepercayaan baru yang banyak ditentang oleh masyarakat sekitarnya.. Batasan kelompok berikutnya yaitu setelah abad ke 15 berdatangan para penyiar agama islam yang terpilih oleh Alloh SWT. termasuk para waliyulloh yaitu walisongo dan sebagainya.
Proses masuknya islam di Indonesia termasuk sangat mudah, karena
kebanyakan kerajaan – kerajaan di negeri indonesia bersifat maritim, dimana
kehidupan perekonomian lebih mengutamakan pada perdagangan dan tukar menukar
barang (BARTER). Perdagangan pada umumnya tidak dibatasi sehingga boleh dengan
suku dan bangsa manapun.sehingga terjadi komunikasi dengan berbagai SARA (Suku
Agama Ras dan Antar Golongan). Hal ini terjadi dengan sangat mudah dan cepat,
sehingga kebudayaan islampun terbaur dengan cepat pula.seperti yang terjadi
pada kerajaan Samudra Pasai Abad 13, Kerajaan Tidore Abad 13, Kerajaan Ternate
Abad 14, Kerajaan Demak Abad 15, Kerajaan Aceh Abad 16, Kerajaan Pajang Abad
16, Kerajaan Mataram Islam Abad 16, Kerajaan Banten Abad 16, Kerajaan Cirebon
Abad 16, Kerajaan Banjar Abad 16, dan Kerajaan Makasar Abad 17.
Kerajaan Sriwijaya –
Galuh Pakuwan
Kerajaan Sriwijaya / Galuh Pakuwan, Melayu dan Tulang Bawang
bersama – sama menjadi kerajaan maritim, hanya saja kerajaan Sriwijaya / Galuh
Pakuwan lebih pesat karena menguasai jalur perdagangan internasional (Selat
Malaka dan sekitarnya). Negara maritim adalah suatu negara yang lebih
mengutamakan bidang perdagangan dan pelayaran. Negara maritim didukung armada
laut yang kuat guna melindungi pelayaran dan perdagangannya.letak Sriwijaya /
Galuh Pakuwan yang sangat strategis menyebabkan para pedagang dari manca negara
singgah di pelabuhannya, seperti dari India, Gujarat Persia, Birma, Arab Saudi,
Filipina dan China. Para pedagang membawa adat dan agama sendiri sendiri,
termasuk agama islam yang masuk ke Indonesia dibawa oleh Para Pedagang dari
Gujarat, Arab Saudi, Persia dan sebagainya.
Dalam perkembangannya orang - orang tersebut terbaur dengan
masyarakat sekitar baik secara perdagangan maupun diplomasi yaitu dengan
silaturahim dan pernikahan sehingga menjadi suatu perkampungan – perkampungan
islam yang luas.
Awal Perjalanan
Dari berbagai pendatang yang beragama islam, ada seorang pedagang
Gujarat yang bernama Isya Alba Syarifudin
melakukan diplomasi pernikahan dengan penduduk setempat. Sehingga pada akhirnya
mempunyai anak laki – laki yang bernama Ahmad Al Muhajir.
Ahmad
Al Muhajir termasuk anak yang cerdas dan lincah sehingga dalam usia belia
beliau amat pandai dan tekun dalam mengaji ilmu agama dan kanuragan pada
ayahnya dan pada sahabat – sahabat ayahnya. Setelah tumbuh dewasa ahmad Al
Muhajir melakukan perjalanan guna menyebarkan agama islam dan perdagangan.
Babad Wanakrama
Perjalanan Ahmad Al Muhajir beserta kawannya dilakukan dengan berlayar
terus – menerus menelusuri pantai sampai kedaerah cilacap.Di Cilacap beliau
mendarat dan mengadakan pengembaraan ke arah utara.Dalam pengembaraan beliau
tak henti – hentinya menyebarkan agama islamsampai di tanah jingkang kec.
Ajibarang Kab. Banyumas sekitar tahun 981Mwaktu itu Desa jingkang masih banyak
pepohonan seperti hutan rimba cuma sudah ada orang meskipun jaraknya cukup jauh
satu dengan lainnya.
Awal kedatangan Syeh Ahmad Al Muhajir hanya berdagang dan berbaur
dengan masyarakat sekitar.Karena keadaan alam di bumi desa jingkang yang masih
alami dengan pepohonan yang rindang maka perlu adanya penertiban guna pemenuhan
kelengkapan sarana ibadah seperti Suro / Langgar / Musholla dan sarana ibadah
lainnya seperti madrasah dan aula. Guna kepentingan tersebut maka mulailah
ditata posisi sarana yang dibutuhkan atau dalam bahasa jawanya di babad
.namun karena Syeh Ahmad Al Muhajir merupakan pendatang yang tidak berhak
mambabad lahan karena bukan miliknya maka Syeh Ahmad Al Muhajir meminta izin
pada pemilik tanah guna pensyiaran agama islam dan akhirnya disetujui oleh tokoh
masyarakat pemilik tanah tersebut yaitu Karta Redja Wikrama. Pembabadan hutan
tersebut selesai sekitar tahun 1057 M atau sekitar 479 H. Dimana kegiatan
pembabadan hutan tersebut dikenal dengan nama Babad Wana Krama
yang artinya Pembabadan Hutan milik Karta Redja Wikrama.
Silsilah Syeh Ahmad Al Muhajir
Pada awalnya banyak orang di Jingkang dan sekitar mengira – ira saja bahwa Syeh Ahmad Al
Muhajir adalah seorang waliyulloh yang tak jelas asal usulnya.Sehingga banyak
menimbulkan Pro dan Kontra di Desa Jingkang dan sekitar.Tapi setelah berkembang akhirnya ada pihak yang
mendukung supaya diteruskan perjuangannya, Banyak ahli kebatinan yang mendukung
tapi masyarakat awam yang belum mendukung karena tidak ada bukti yang real.
Pada perkembangannya munculah surat dari salah satu Pondok di Magelang
Jawa Tengah yang memberikan surat dengan menuliskan Silsilah yang ditulis
berdasarkan ritual khusus keagamaan. Daftar silsilah itu antara lain sebagai
berikut :
Silsilah itu ditulis dari nama pemuda yang menemukan dan masih
hidup saat ini sampai Syeh Ahmad Al Muhajir yang konon masih nenek moyang
pemuda tersebut. Nama – nama yang tersebut diatas adalah nama orang – orang
yang tingkatan lebih dari biasanya, sehingga jarak antara kehidupan nama yang
satu dengan nama berikutnya ada yang mencapai ratusan tahun.
Dalam perkembangannya juga didapatkan bukti silsilah keturunan
bahwa Syeh Ahmad Al Muhajir adalah kakek buyut Syeh Abdush Shomad, berdasarkan
silsilah dari buku sejarah "Jejak jejak perjalanan dakwah islam Asy Syaikh Abdush Shomad Jombor" tahun 2011 yang adalah sebagai berikut :
1. Rosululloh Muhammad SAW
2. Fatimah Az Zahrah
3. Sayidina Husain
4. 'Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Al Baqir
6. Ja'far As Shadiq
7. 'Ali Al ridhi
8. Muhammad
9. Isya Albasyari
10. Ahmad Al Muhajir - (Petilasan di Jingkang)
11. 'Ubaidilah
12. 'Uluwi
13. 'Abdul Malik
14. 'Abdullah
15. Imam Ahmad Syah
16. Jamaludin Akbar
17. Najmudin
18. 'Abdullah
19. Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati Cirebon
20. Maulana Hasanudin
21. Pangeran Sakethi
22. Panembahan Kertalangu
23. Nyai Ageng Kembangan
24. Kyai Singa Wedhana
25. Asy Syaikh Abdush Shomad Jombor
2. Fatimah Az Zahrah
3. Sayidina Husain
4. 'Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Al Baqir
6. Ja'far As Shadiq
7. 'Ali Al ridhi
8. Muhammad
9. Isya Albasyari
10. Ahmad Al Muhajir - (Petilasan di Jingkang)
11. 'Ubaidilah
12. 'Uluwi
13. 'Abdul Malik
14. 'Abdullah
15. Imam Ahmad Syah
16. Jamaludin Akbar
17. Najmudin
18. 'Abdullah
19. Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati Cirebon
20. Maulana Hasanudin
21. Pangeran Sakethi
22. Panembahan Kertalangu
23. Nyai Ageng Kembangan
24. Kyai Singa Wedhana
25. Asy Syaikh Abdush Shomad Jombor
Menetap sementara di Jingkang
Ahmad Al Muhajir merasa tentram berada di Desa Jingkang, suasana
yang tenang membuat Ahmad Al Muhajir lebih dapat mendekatkan diri pada Alloh
SWT, karena beliau tiba di tanah jingkang diberi kemurahan hati oleh tokoh masyarakat menempati lahannya, yang akhirnya beliau Syeh Ahmad Al Muhajir diminta untuk menikah
dengan anak gadis cantik putrinya dari pasangan Karta Redja Wikrama dan Nawen. hal ini dilakukan karna ketertarikan kepada Syeh Ahmad Al Muhajir yang baik budi pekertinya, baik ilmu beragama dan pengamalannya.
Dalam perkembangannya beliau sambil bercocok tanam ditepi sungai,
beliau pun sambil menyebarkan agama islam dengan mendirikan madrasah pengajian.
yang pada awalnya untuk masyarakat sekitar namun pada akhirnya sampai ke tempat
lainnya, sehingga banyak pula santri – santrinya yang dari luar dan dalam
daerah.
Beliau mulai menetap di desa jingkang grumbul kalisari setelah
tempat mengaji mulai banyak yang mengisi sekitar tahun 1057M. kegiatan
keagamaan terus dikembangkan kepada santri - santrinya tidak terkecuali kepada
putranya yang bernama Ahmad Sahidin yang namanya tidak tercantum dalam silsilah karena dulu putranya tidak bersama terus dengan ayahnya yang berpisah dalam melanjutkan syiar islam. Sang Putra kemudian mengembangkan
madrasahnya dengan beraneka ragam kegiatan keagamaan termasuk beladiri dan
sebagainya. kemudian sang putra pun melanjutkan perjalanan syiarnya seperti ayahnya.
Masa Kejayaan Pondok Pesantren
Sang putra sangat berbakat mengembangkan keagamaan
sehingga menggantikan posisi ayahnya ( Syeh Ahmad Al Muhajir ) dalam mengasuh
tempat pengajiannya. Santrinya semakin banyak dan semakin luas pula pengaruhnya
dilingkungan sekitar.Sang putra sangat gemar mendalami berbagai ilmu
termasuk ilmu beladiri juga dikuasainya. Sang putra mempelajari
beladiri bertujuan untuk membeladiri dan menolong orang lain bila sewaktu –
waktu diperlukan.Dalam ilmu beladiri konon sang putra juga berbakat
sehingga beliau mempunyai banyak murid silat dan mempunyai
sahabat berupa seekor Naga Gaib dan Harimau Gaib yang sangat kuat. Harimau itu
bernama Ganda Arum yang artinya Bau yang wangi.
Alkisah sekitar tahun 1100an Masehi banyak santri yang mengaji
disana.yang menurut sebagian cerita mengisahkan bahwa Syeh Abdush Somad jombor
juga pernah menapak tilas di Jingkang bersama 2 santrinya yang juga masih saudara keturunan Sunan Gunung Jati.
Syaik Abdush Shomad dan santrinya menetap sementara tepatnya di lokasi pesantren yang didirikan Oleh keturunan Syeh
Ahmad Al Muhajir.
Konon menurut cerita meriwatkan bahwa Syeh Abdush Somad jombor
merupakan keturunan ke 15 tapi merupakan generasi ke 13 dari Syeh Ahmad Al Muhajir
sehingga keterkaitannya sangatlah erat.Karena hal tersebutlah ada 2 santri Syeh
Abdush Somad jombor yang menetap di sawangan dan jingkang mengaji ilmu ke Syeh
Abdush Somad jombor guna menelusur jejak keilmuan Syeh Ahmad Al Muhajir.
sebagian cerita menyatakan karena jasa Syeh Ahmad Al Muhajir inilah yang akhirnya di Indonesia khususnya pulau jawa terdapat banyak ulama besar yang sampai sekarang kita kenal dengan sebutan WALI SANGA. dan semua dari walisanga merupakan keturunan Syeh Ahmad Al Muhajir.
Petilasan Syeh Ahmad Al Muhajir, yang merupakan leluhur Syaik Abdush Shomad dimana Syaik Abdush Shomad dan Santrinya ada yang ditinggal di Desa Jingkang dan Sawangan. guna melanjutkan syiar agama yang dilakukan leluhurnya.
Dari inilah sebenarnya ada 4 pilar utama Waliyulloh yang terletak pada 3 titik dimana menopang daerah Desa Jingkang dan Sawangan. Waliyulloh tersebut terbagi dari 2 dekade yang keduanya terpaut jarak ratusan tahun, tetapi secara nazab darah dan keilmuan semuanya masih menyatu. Ke empat waliyulloh tersebut yaitu :
- Syeh Ahmad Al Muhajir dan putranya (Petilasan) - leluhur Syaik Abdush Shomad
- Syeh Bagus Santri (Tubagus Santri) - santri Syaik Abdush Shomad
- Syeh Bujang Santri (Mbah Jaka Mertapati) - santri Syaik Abdush Shomad
Akhir Perjuangan
Seiring perkembangan zaman dimana usia yang cukup lama akhirnya
pesantren di Jingkang yang didirikan oleh Syeh Ahmad Al Muhajir tidak dapat
bertahan seperti dulu dan berangsur angsur mengalami kemunduran. hal ini
terjadi setelah Syeh Ahmad Al Muhajir melanjutkan syiar agama dan putranya selaku
pengasuh pondok juga melanjutkan perjalanan untuk syiar agama pula. Dan keturunan Syeh Ahmad Sahidin lebih
memilih mensyiarkan agama dengan mengembara pula.Wafatnya Syeh Ahmad Al Muhajir
pada tanggal 15 Sya’ban. Baik Syeh Ahmad Al Muhajir dan putranya dulunya menempati tempat / petilasan yang sama di Kedung Kamulyan, Grumbul Kalisari Desa jingkang Kec. Ajibarang di
tempat yang sama dengan di jajarkan.
Syeh Ahmad Al Muhajir melanjutkan syiar keislamiannya hingga beliau akhirnya meninggal dunia di Husayyisah, sebuah kota antara Tarim dan Seiyun, Hadramaut. YAMAN.
Perkembangan Selanjutnya
Dengan mengalami berbagai perubahan zaman dan perubahan era globalisasi
inilah yang akhirnya membuat petilasan / tempat singgah sang syeh ini hilang dari peradaban kemanusiaan.
Meskipun hilang dari pengetahuan tapi sering muncul dengan adanya penampakan ke
ghaib an yang bernafaskan Islami antara lain :
· 1. Adanya seorang kakek berjubah putih berjalan diatas air di dekat
makam.
· 2. Adanya sekelompok orang berjubah berjalan diatas air sambil berdzikir
Lailahailaloh
· 3. Adanya Orang Berjubah putih solat di tepi sungai dekat makam.
· 4. Dan masih banyak yang lainnya.
Kejadian ini banyak disaksikan di malam hari oleh masyarakat
sekitar. Fenomena ini dilihat oleh mata kepala telanjang, dan puncaknya pada
tahun 2006 terjadi fenomena yaitu ada seorang yang dengan berbagai upaya, alkhamdulilah dapat menggali informasi Syeh Ahmad Al Muhajir yang lama meninggal sehingga dapat menuliskan sekilas mengenai riwayat hidup beliau. Hal ini terjadi tanpa kesengajaan dari berbagai informasi yang didapat oleh Muh Cipto Waluyo.
Muh Cipto Waluyo beserta Julekha
Dalam kesehariannya Muh Cipto Waluyo tersebut adalah seorang biasa yang
berusaha menjalankan syariat islam yang semampunya. Berusaha menjalankan
ajaran islam dengan sebaik – baiknya. Namun perkembangannya akhirnya diberi pengetahuan tentang keberadaan Syeh Ahmad Al
Muhajir dan putranya. Takut terjadi kesalahan informasi tentang hal tersebut maka berusaha untuk konsultasi kepada para alim ulama yang ahli dibidangnya. Walkhasil alkhamdulilah sesama para alim ulama saling menguatkan satu sama lainnya.
Keberadaan tempat tinggal dari Muh Cipto Waluyo tidaklah jauh dari Petilasan Syeh Ahmad Al Muhajir dan putranya, karena masih dalam satu komplek yaitu di Kalisari Desa Jingkang. dan atas saran serta tunjukan para ulama dari berbagai tempat seperti Ponpes dari Tegalrejo, Ponpes dari Banten dan sebagainya maka Muh Cipto Waluyo agar mau bersama lainnya melihara Petilasan Syeh Ahmad Al Muhajir dan putranya..
Sampai sekarang keberadaan petilasan Syeh Ahmad Al Muhajir dan putranya masih sulit
dibuktikan dengan lahiriyah, karena hal ini terjamah sementara hanya dengan
mata Bathiniyah.Dan masih menjadi fenomena ilahi robbi. Mungkin ini salah
satu pertanda kebesaran Alloh SWT. dan kebenarannya hanya Alloh SWT lah saja yang tahu........
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk dapat mengembangkan semangat keagamaan kedepannya dengan ridlo Alloh SWT. dan semoga kita juga memperoleh manfaat yang positif dari adanya informasi ini...
Belum ada tanggapan untuk "Tapak Tilas Syeh Ahmad Al Muhajir di Desa Jingkang Kec Ajibarang"
Posting Komentar